Oleh: dr Fritz Sumantri Usman Sr,SpS,FINS
Stroke,
sudah berulang ulang kali kita mendengarnya, dan mungkin beberapa dari
keluarga, rekan, sahabat, tetangga kita pernah mengalaminya. Hal
tersebut tidaklah mengherankan karena stroke merupakan penyebab kematian
ke-3 dan penyebab kecacatan ke- 1 di dunia. Di Indonesia sendiri, dari
sumber resmi tercatat bahwa stroke merupakan penyebab kematian pertama
setelah total penyakit infeksi dan penyebab kecacatan pertama pula,
sehingga dapatlah dimengerti bahwa masyarakat akan berupaya dengan
tenaga dan usaha ekstra agar dapat sembuh dari serangan stroke atau
setidaknya kondisinya membaik.
Sebenarnya,
apa sih stroke itu? Per definisinya (dengan bahasa yang
disederhanakan), stroke adalah suatu kondisi di mana terjadi gangguan
otak yang bersifat global, yang menyebabkan kecacatan bahkan kematian,
di mana gangguan yang timbul itu lebih dari 24 jam dan penyebabnya
adalah gangguan pembuluh darah yang menuju/di daerah otak. Dari definisi
itu sudah jelaslah bahwa stroke amat berbahaya, serangannya menyebabkan
kecacatan bahkan kematian, dan penyebab utamanya adalah gangguan di
pembuluh darah yang menuju/di daerah otak. Setelah kita memahami
definisi tersebut, kita pun harus mengetahui bahwa stroke terdiri dari 2
jenis, yaitu :
- Stroke iskemik (angka kejadiannya 80%-85% ), yang disebabkan oleh gangguan aliran darah entah itu karena penyempitan maupun penyumbatan pembuluh darah.
- Stroke perdarahan (angka kejadiannya 15% – 20%)
Bagaimana
kami para klinisi/ tenaga medis melakukan penatalaksanaan terhadap
stroke yang timbul? Untuk itu, kami membaginya menjadi 3 periode, yaitu
periode awal terjadinya stroke, periode pasca serangan dan periode 3
bulan setelah stroke yang merupakan periode untuk preventif terhadap
serangan stroke berulang.
Metode-metode
yang akan kita bahas ini merupakan metode-metode yang sudah diakui dan
masuk dalam standar penatalaksanaan stroke, baik itu di Amerika, Eropa,
maupun di Indonesia melalui perhimpunannya dokter spesialis saraf
(Perdossi) yang telah mengeluarkan guideline stroke terbarunya di tahun
2011 ini. Hal ini perlu kami sampaikan bahwa semua terapi ini sudah
masuk dalam standar kompetensi, berarti terapi tersebut adalah aman,
bukan eksperimental, dan memiliki mekanisme pelaksanaan yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila terjadi hal- hal yang tidak
diinginkan/komplikasi.
Masa akut terjadinya stroke
Untuk
semua kasus stroke, penatalaksanaan yang tepat di awal terjadinya
stroke adalah yang paling menentukan, karena semakin awal
penatalaksanaan yang tepat didapatkan, semakin baik pulalah hasil
keluarannya. Jadi pesan kami di sini adalah jelas, bahwa bila terjadi
stroke, pasien sesegera mungkin dibawa ke rumah sakit yang terdekat.
Untuk kasus kasus stroke iskemik, bila telah dipastikan tidak ada
perdarahan, dan memenuhi syarat-syarat tertentu, dan bila waktu stroke
iskemik yang timbul kurang dari 4,5 jam; maka seorang spesialis saraf
akan mengusulkan untuk dilakukan pemberian cairan yang bernama rtPA
secara intravena, bila stroke iskemiknya antara 4,5 – 6 jam dapat
diberikan cairan rtPA secara intra arterial dan bila kurang dari 8 jam
akan diusulkan untuk dilakukan thrombektomi. Sementara itu, apabila
spesialis saraf sudah mendapati kasus stroke iskemik yang waktu
timbulnya di luar 8 jam ataupun stroke perdarahan, maka akan dilakukan
penatalaksanaan terapi obat-obatan yang bertujuan untuk :
- Reperfusi cairan untuk menyelamatkan sel- sel otak yang masih dapat berfungsi
- Menjaga komplikasi
- Rehabilitasi
- Mencegah/menurunkan angka berulangnya stroke.
Dalam
masa penatalaksanaan ini, seorang neurologist (ahli saraf) akan mencari
dan menggali faktor-faktor risiko apa saja yang menyebabkan stroke.
Dalam rangka mencari faktor risiko tersebut, seringkali para neurologist
melakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan sonografi untuk
mengetahui kondisi pembuluh darah di otak, atau bahkan melakukan
pemeriksaan Cerebral DSA dengan bantuan interventional neurologi agar
semua data yang terkait dengan kejadian stroke dan penyebabnya dapat
didokumentasikan dengan baik.
Masa setelah fase akut hingga 3 bulan pasca serangan
Pada
fase ini, seorang neurologist akan memberikan obat-obatan untuk menekan
resiko komplikasi (bila perlu), seperti obat anti hipertensi ,
pemberian obat-obatan untuk menurunkan tekanan di dalam kepala, dan
terapi terapi lainnya, yang kesemuanya tidak keluar dari standar
operasional prosedur yang telah ditetapkan baik secara nasional maupun
internasional.
Pada
fase ini pula, seorang neurologist akan mengaplikasikan program
rehabilitasi agar fungsi pemulihan pasien menjadi lebih cepat, biasanya
mereka akan bekerja sama dengan subdivisi neuro restorasi ataupun
spesialis rehabilitasi medik. Fungsi dan peran ini harus dilakukan
dengan optimal bersama- sama keluarga pasien, karena pemulihan yang
optimal pasca serangan stroke akan terjadi dalam 3 bulan, sehingga hasil
keluaran yang didapat akan menentukan fungsi atau sisa kecacatan yang
tersisa dari serangan stroke. Khusus untuk stroke perdarahan yang
disebabkan oleh adanya suatu aneurisma atau suatu kelainan pada pembuluh
darah arteri dan otak, maka dengan persetujuan pasien, seorang
neurologist akan meminta bantuan koleganya dari subdivisi intervensi
neurologi ataupun bedah saraf untuk melakukan suatu tindakan non-operasi
yang disebut coiling/clipping dan embolisasi.
Masa setelah 3 bulan pasca serangan
Pada
fase ini, seorang neurologist akan memberikan terapi berdasarkan
keilmuan dan kompetensi yang mereka miliki untuk mencegah pasiennya
terkena serangan stroke berikutnya; hal tersebut sangat penting
dilakukan karena serangan stroke berikut akan selalu lebih berbahaya,
baik dalam hal menyebabkan kematian ataupun kecacatan. Cara yang
ditempuh adalah dengan memberikan obat-obatan, ataupun
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lainnya. Dan apabila ada tindakan yang
harus dilakukan, misalnya saja pemasangan stent atau endartektomi guna
melebarkan pembuluh darah yang menyempit, coiling pada kasus aneurisma,
ataupun embolisasi pada kasus malformasi pembuluh darah arteri-vena otak
maka seorang spesialis neurologi akan meminta bantuan dari intervensi
neurologist untuk melakukannya, khusus untuk endarterektomi akan
dilakukan suatu prosedur operasi oleh sejawat bedah vascular.
Demikianlah
penjabaran secara sederhana dari penatalaksanaan stroke yang aman,
tidak eksperimental dan sudah diakui oleh seluruh guideline yang ada di
seluruh dunia. Penatalaksanaannya tidak perlu terlalu agresif
dikarenakan otak adalah organ yang amat sangat luar biasa dan mampu
merehabilitasi dan memodifikasi kerusakan yang timbul dengan sendirinya,
namun juga tidak terlalu lambat karena akan menyebabkan kecacatan/
kematian pada sel-sel otak yang tidak dapat diperbaiki. Perlu
diperhatikan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan hendaknya tidak
membuat keadaan semakin parah atau cenderung/memiliki risiko yang
semakin parah seperti perdarahan dengan memberikan/memasukkan
obat-obatan yang belum diakui tingkat keamanannya. Seperti halnya
penatalaksanaan penyakit-penyakit lainnya, kaidah utama dalam
penatalaksanaan stroke adalah terutama tidak menyakiti pasien. Semoga
penjabaran umum yang sangat singkat ini membuka pikiran dan wawasan kita
tentang betapa pentingnya penatalaksanaan kondisi stroke secara CEPAT,
TEPAT, dan yang terpenting adalah AMAN.
Tentang Penulis: |
dr Fritz Sumantri Usman Sr,SpS,FINS adalah dokter spesialis saraf dengan sub spesialisasi neurologi intervensi, cabang kedokteran yang berfokus pada pengobatan minimal invasif dari penyakit arteri dan vena di otak dan tulang belakang. Selain bekerja di salah satu rumah sakit Pemerintah di Jakarta Selatan, dr Fritz juga menjabat sebagai Ketua Pokdi (kelompok studi) Neuro Intervensi PP PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Anda dapat menghubungi dr Fritz melalui halaman kontak. |
Sebarkan, cetak atau simpan halaman ini:
0 komentar:
Posting Komentar